Sabtu, 21 Desember 2013

Desa Cibuluh, Situ Cileunca

Sabtu, 14 Desember 2013. Aku beserta Angkatan 14 SMA Al Mulim (WARSOULNATION14) berangkat ke Pangalengan tepatnya di Desa Cibuluh, Situ Cileunca. Disana kami dipercaya untuk melakukan kegiatan homestay atau biasa disebut Bakti Social (baksos). Kami dibagi atas 6 sampai 7 orang perkelompok. Sementara ada delapan kelompok untuk putri dan sebelas kelompok untuk putra. Setiap kelompok dititipkan kepada satu kepala keluarga dan disana kami ditugaskan untuk membantu apapun kegiatan orang tua angkat kami. Mulai dari kegiatan rumah, berkebun, bertani bahkan berternak sekalipun. Sebagian besar pekerjaan warga disana adalah berkebun tapi tidak jarang warga disana juga berternak sapi yang susunya akan dijual ke pabrik susu disana. Bagi kami ini semua tantangan besar karna pekerjaan yang akan kami lakukan mungkin jarang bahkan tidak pernah kami lakukan dikota.


Cuaca sore hari Senin, 16 Desember 2013
di Desa Cibuluh, kecamatan Pangalengan
Pukul dua belas siang, tepat pada saat azan dzuhur. Kami sampai disana. Pemandangan serta udara disana tidak akan pernah kami temukan dikota yang padat dan panas seperti Jakarta. Bayangkan saja, setiap sudut disana dikelilingi danau yang kedalamannya sampai 30 meter lebih. Cuma ada satu jalur yang bisa dilalui oleh kendaraan untuk masuk kedesa itu. Itupun cuma muat untuk satu mobil. Awalnya aku berfikir apakah aku sanggup tinggal disana yang jauh terbelakang. Banyak yang bilang kalau disana tidak ada listrik, air bahkan sinyalpun susah. Wow…. Kenyataan itu salah teman! Disana sudah terpasok listrik, sinyal disanapun kuat tapi ada satu hal yang membuat aku bertanya tanya, kenapa didesa yang dikelilingi oleh danau malah susah air... ?? aneh bukan...

Selama 4 hari 3 malam. Aku beserta kelompokku (kelompok 5) tinggal dirumah ibu Iin (28 th) yang hidupnya mengandalkan penghasilan suaminya, bp Dani (32 th). Bp Dani bekerja disebuah pabrik kue, di Bandung. Ibu Iin beserta ketiga anak perempuannya yang salah duanya adalah kembar. Salsa (8 th), Sheila dan Salwa (4 th). Mereka tinggal dirumah yang kecil dengan dua kamar tidur yang kecil pula. Mungkin ibu Iin ini termasuk warga yang beruntung karna mempunyai kamar mandi dirumahnya tapi jika musim panas melanda, dikamar mandi itu tidak ada persediaan air sampai sampai beliau mengandalkan hujan turun untuk memenuhi persediaan airnya bahkan tak jarang membeli air jika tidak turun hujan. Perlu warku 3 bulan untuk dapat menyedot air dari dalam tanah. Tutur beliau kepada kami.


Tempat Pariwisata sekitar Situ Cileunca  

Selama kami tinggal disana. Kami dapat merasakan betapa sulit hidup didesa yang jauh dari keramaian bahkan jarang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Setiap hujan turun, ibu Iin harus menampung air hujan itu didalam sebuah tangki besar dan setelah penuh kami mencoba membantu beliau, dengan cara estapet kami memindahkan air hujan tersebut kedalam sebuah bak mandi. Akupun membayangkan jika kami tidak ada disana, beliau melakukan itu sendirian karna anak anaknya masih terlalu kecil untuk melakukan kegiatan ini. Sementara suaminya pulang sebulan sekali. Sungguh beruntung kami. Selama ini kami menghambur hampurkan semua yang kami punya bahkan hal kecil sekalipun, seperti halnya air. Terkadang kami tidak pernah bersyukur atas apa yang kami punya, kami hanya menuntut ini itu yang tidak ada batas hanya untuk memuaskan diri sendiri.

Menu sarapan Minggu, 15 Desember 2013
Nasi Goreng ala Ibu Iin
Ada satu kenyataan yang buat aku tak percaya tapi itulah kenyataannya. Waktu itu sebagian anggota kelompokku melakukan kerja bakti sementara aku dan gita, salah satu anggota kelompokku melakukan bakti orang tua yaitu membantu pekerjaan orang tua angkat kami. Kebetulan saat itu ibu Iin sedang melakukan pendataan yang nantinya data tersebut akan diberikan ke desa. Mulai dari pendataan jumlah penduduk, jumlah kelahiran, kematian bahkan pendataan kartu keluarga atau KK. Disini yang buat aku tak percaya. Disalah satu kartu keluarga menerangkan bahwa sang istri kelahiran 1997 dan menurut pengakuan ibu Iin, mereka baru menikah beberapa bulan lalu. Wow.. entah apa yang ada dipikiran mereka. Mungkin kurangnya pendidikan yang menyebabkan ini semua. Kami sempat bersendau gurau soal itu dengan ibu Iin, beliau berpesan agar kami mendahulukan pendidikan kami terlebih dahulu baru menikah.

Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari ini semua. Dan masih banyak evaluasi evaluasi lainnya yang bisa menjadikan itu semua pelajar. Terimakasih ibu iin atas semuanya, semoga suatu saat kita bisa ketemu lagi dan ibu bisa mengajarkan hal lainnya kepada kami….



Moment perpisahan kel. 5 dengan Ibu Iin beserta ketiga Anaknya.
Salsa, Sheila dan Salwa
 
Powered By Blogger